Minggu, 24 Februari 2008

Tahun Baru Cina

Sejak era Presiden Gus Dur, warga keturunan Tionghoa sedikit bernapas lega karena eksistensi mereka sudah lebih diakui. Salah satunya kebebasan buat merayakan tahun baru tradisi Cina. Maka, sejak itu sudah menjadi hal biasa kita menyaksikan peragaan seperti barongsay dalam arak2an cap go meh. Dalam hal makanan, selain dodol dan kue bulan, juga dikenal lontong cap go meh (lontong dan sayur labu diiris tipis disiram kuah santan tambah telur dan ayam). Lontong cap go meh ini bahkan dijadikan menu makanan di beberapa restoran atau warang-warung, jadi tidak mesti dijual saat tahun baru Cina saja.

Di Auckland, sekitar tahun baru Cina biasanya diadakan acara Lantern Festival dalam beberapa hari, mengambil tempat di Albert Park. Ini adalah kesempatan orang Asia menjajakan dagangannya, yang paling favorit apalagi kalau bukan makanan. Salah satu orang Indonesia pemilik usaha jasaboga IndoKitchen (ini tak ada hubungannya dengan grup Salim) menjadi peserta tetap acara ini. Penjualan makanannya selalu habis dalam jumlah yang besar

Sejak peristiwa berdarah Mei 1998 di Jakarta dan kota2 besar Indonesia lainnya, eksodus warga Indonesia keturunan Tionghoa ke luar negeri mendadak naik, termasuk ke NZ. Kabarnya sangking melonjaknya jumlah pendatang dari Indonesia itu, sampai2 kemudian pemerintah NZ merasa perlu memberlakukan visa buat orang Indonesia.

Warga keturunan Tionghoa di manapun di dunia ini mampu hidup melalui perjuangan yang luar biasa. Rajin bekerja, hemat dan tak mengenal putus asa. Rasanya pantas juga untuk diadopsi semua orang. Gong Xi Fat Coi!

Kisah Mas Parjo

Mas Parjo yang sederhana dan polos sangat ingin membahagiakan anak istrinya dengan kebutuhan yang cukup, mulai dari sekolah anak hingga gizi sehari-hari keluarga. Menjadi tenaga panggilan untuk memperbaiki rumah memberinya penghasilan yang tidak pasti. Apalagi harga kebutuhan pokok sudah kurang bersahabat. Satu istri dan dua anak (satu anaknya sekolah di kampungnya di Jawa) tentu bukan beban yang enteng untuk berjuang hidup di Jakarta

Hingga tibalah berita harapan yang ditunggunya, yaitu, ia mendapatkan visa kerja untuk menjadi pekerja di perkebunan anggur di NZ. Sorot matanya begitu bercampur aduk, antara senang dan mungkin segumpal pertanyaan2 tentang bagaimana hidup di negeri asing.

"Mas Parjo, kalau habis buang air besar kamu harus membiasakan cebok dengan kertas tissue gulung ya", kata saya coba memulai salah satu persoaalan yg akan ia alami nanti. "Oh gitu ya pak, tapi kalau setelah saya 'gunjleng' toiletnya kan nanti keluar air yang bersihnya. Boleh nggak saya cebok pakai air itu?" tanyanya dengan sangat polos dengan tatapan mata penuh harap agar bisa disetujui.

Begitulah perjuangan hidup Mas Parjo babak berikutnya, insha Allah ia akan berangkat ke Blenheim guna menjadi tenaga kerja pemetik buah anggur selama 1 tahun. Harapannya tak lain agar ia bisa menafkahi keluarganya. Sesederhana itu. Selamat berjuang, mas, semoga Allah selalu melindungi. Amin.


Jumat, 15 Februari 2008

Untung Tidak Punya Habibie

Ada berita tentang Indonesia yang bakal mengalami defisit pilot di tahun2 mendatang, ini kata ketua Asosiasi Pilot Indonesia, lantaran maskapai penerbangan dalam negri sangat agresif menambah armadanya dan selain itu banyak pilot kita yang hengkang bekerja di maskapai asing yang memberi gaji sampai 3 - 4 kali lipat. Jumlah yang masih dibutuhkan sampai ratusan! Tentu saja Sekolah Penerbangan di Curug tidak bisa segera mencetak ratusan pilot yang dibutuhkan. Maka, sekolah penerbangan di luar Indonesia mau tak mau jadi pilihan.

Di NZ, juga terdapat sekolah pilot yang bisa diandalkan. Barangkali saja para pemuda/i tanah air ada yang berminat masuk sekolah penerbang di NZ? Dari beberapa sekolah penerbang NZ salah satunya adalah sekolah penerbang di Ardmore ( www.ardmore.co.nz ). Memang sejarah penerbangan di NZ sebetulnya hampir bersamaan dengan munculnya pesawat bermesin pertama yang diterbangkan Wright bersaudara awal abad 20 yang lalu. Tepatnya di 1903, ketika Richard Pearse berhasil menerbangkan pesawat buatannya sejauh 150 yard di Waitohi NZ. Ini adalah pesawat bermesin ke 6 yang terbang di dunia!

Bukan hanya itu, di 1936 Jean Batten, seorang perempuan NZ untuk pertama kali menerbangkan pesawat dari Inggris ke NZ. Kini namanya diabadikan dalam suatu corner khusus di Auckland Airport, lengkap dengan foto-foto dokumentasi ketika ia tiba mendarat dengan selamat dalam penerbangan London - Auckland yang bersejarah itu.

Meskipun NZ punya sejarah penerbangan yang berkelas dunia, namun negeri ini tidak lantas tergoda menjadi produsen pesawat seperti Indonesia. NZ yang 'down to earth', memilih mengembangkan teknologi guna menunjang industri pertaniannya saja (perkebunan dan peternakan) ketimbang teknologi pesawat yang sangat menyedot uang negara itu. Untung NZ tidak memiliki Habibie...


Kamis, 14 Februari 2008

Antara Australia, New Zealand dan Indonesia

(Judul di atas terinspirasi dari judul film yang sedang diputar di tanah air, yaitu "Antara Aku, Kau dan Mak Erot").

Ternyata salah satu negara yang rajin mengritik Indonesia dalam penegakkan Hak Azasi Manusia (HAM), kemarin baru saja melakukan sebuah pengakuan atas tindakan masa lampau yang bertindak brutal kepada warganya sendiri. Hal yg sepertinya sulit dilakukan oleh rezim sebelumnya, yang memang doyan pamer kekuasaan dan kekuatan.

Di depan parlemen Australia, PM Kevin Rudd menyampaikan secara resmi mewakili pemerintahan2 sebelumnya, sebuah permintaan maaf atas tindakannya mencerabut anak-anak Aborigin dari keluarganya hingga era 70an untuk alasan asimilasi. Kini, banyak suku Aborigin yang kehilangan kemampuan berbicara bahasa asli mereka dan tidak tahu siapa orang tuanya. Begitulah, sebelum mengritik HAM di negara lain lain, sudah sepatutnya Australia bebersih dulu urusan HAM di dalam negrinya.

Di New Zealand (NZ), juga terdapat suku asli, yaitu suku bangsa Maori. Kini jumlahnya sekitar 500 - 600 ribu dari total 4 jutaan penduduk NZ. Orang Maori lebih mirip suku Melayu yang sawo matang, sedangkan Aborigin lebih mirip orang Papua. Orang Maori banyak yang berprestasi di olahraga rugby, olahraga paling populer di NZ, karena membutuhkan badan kokoh dan besar, tipikal banyak orang Maori.

Konon bagi orang Maori, tanah NZ adalah milik mereka yang disewa oleh pendatang dari Inggris. Sehingga setiap tahun negara mengalokasikan sejumlah dana yang tidak kecil yang dianggarkan untuk menyejahterakan orang Maori ini, katakanlah sebagai pengganti ongkos sewa tanah. Selain itu bahasa Maori dijadikan bahasa nasional kedua setetah bahasa Inggris, yang diajarkan disekolah umum. Jelas, posisi tawar orang Maori terhadap pemerintah / negara lebih baik dibanding orang Aborigin.

Di tanah air banyak terdapat suku asli yang masih hidup sesuai tradisinya. Bahkan tak jauh dari Jakarta ada suku Badui dalam yang tetap teguh memegang tradisi nenek moyang dan tidak terlalu tersentuh budaya moderen. Di pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua Barat, suku asli banyak terdesak oleh penebangan hutan yang sangat rakus. Pemukiman mereka tergusur secara paksa hingga lahan penghabisan. Ini mirip kisah suku Indian di Amazone yang sudah banyak tersingkir dari pemukiman aslinya.

Belum lama ini, tersiar berita tanah air, sekelompok orang dari suku Anak Dalam di Jambi lari dari hutan ke kota untuk minta perlindungan polisi akibat permukimannya dibakar oleh penduduk desa tetangganya (yang bukan suku asli setempat), guna dijadikan ladang kelapa sawit.

Negara harus bertanggung jawab untuk melindungi kehidupan suku2 asli. Tanpa harus memberi bantuan uang, tetapi cukup menjamin habitatnya agar mereka bisa menjalani kehidupan sesuai kebiasaan dan tradisinya. Karena umumnya mereka sudah terbiasa hidup berdampingan dengan alam dengan kearifan2 yang diturunkan nenek moyang mereka.


Selasa, 05 Februari 2008

Kisah Bujang Sukses nan Gundah Gulana

Tersebutlah seorang pemuda (masih dibawah 30 tahun) yang hidup terdampar di NZ. Lulusan universitas di NZ ini sudah sukses dalam meniti karier, ia saat ini menduduki posisi penting di sebuah perusahaan cukup besar di NZ. Namun seperti tak cukup dengan kedudukan itu, pemuda yang pandai mengaji dan rendah hati ini juga memiliki bisnis yang bisa memberi pekerjaan kepada teman-teman Indonesia.

Saat ini kesuksesannya masih terasa kurang lengkap, karena ia belum memiliki pendamping hidup. Perangainya yang agak pemalu dan ketersediaan perempuan setanah air yang seiman nan langka di NZ, membuatnya tidak leluasa buat mencari calon istri.

Adakah dari Anda (wanita) di tanah air berminat untuk berkenalan? Siapa tau bisa berlanjut sehingga si bujang tak lagi gundah gulana.

Sabtu, 02 Februari 2008

Puja dan Cerca

Hari Minggu 27 Januari jam 13.10 wib, mantan presiden RI ke dua, Soeharto, wafat. Bagi anak kami yg lahir di th 90an, sosok Soeharto kurang dikenal. Tapi bagi generasi kami yg lahir di awal 60 an, praktis kami dibesarkan dan tumbuh di alam orde baru pimpinan Soeharto yang sarat dengan aroma feodalisme yang otoriter.

Puja dan cerca lekat setelah beliau lengser. Ketegasannya dalam bertindak dirindukan banyak pemujanya, meskipun ia lakukan dengan mengambil hampir seluruh kekuatan politik negeri. Ekstrimnya, atas perkenan dialah sesorang bisa duduk di kursi pimpinan partai politik oposisi. Sudah jadi pengetahuan umum, ketegasan yg dijalankan didukung oleh kekuatan militer, darimana ia berasal. Demokrasi ala Pancasila yang ia dengung2kan tak lain cara jitu untuk menggenggam seluruh elemen dan sendi kehidupan sosial, politik, budaya dan ekonomi.

Para kroni tentu sangat kehilangan dan saat ini merasa bimbang, apakah akan tetap tinggal di tanah air atau lebih baik hengkang menghindari kejaran aparat dalam persoalan penjarahan harta negara. Karena benteng pelindung mereka telah mangkat dan aparat merasa sudah tak ada penghalang psikologis lagi.

Bagi mereka para korban kekejaman rezim Soeharto, seperti yang dihilangkan, dibunuh, diculik, disiksa, digusur paksa, dipenjara sekian tahun tanpa proses pengadilan, dll, meminta agar era Soeharto menjadi pembelajaran bagi bangsa ini agar tak terulang lagi.

Di NZ, dahulu masih terdapat kuliah jurusan Bahasa Indonesia di Auckland University. Namun setelah peristiwa pembantaian warga sipil di Timor Timur oleh milisia pro Indonesia setelah jajak pendapat di 2001 yang lalu, peminatnya langsung susut sehingga ahirnya ditutup karena miskin peminat. Apalagi kemudian muncul peristiwa bom Bali pertama yang seolah menutup kemungkinan minat orang NZ mempelajari bahasa dan budaya Indonesia.

Kalau dahulu dikenal jargon 'right or wrong is my country', bagi saya lebih memilih 'right is right, wrong is wrong, my country is my country', karena terbukti tindakan sebuah rezim tidak selalu menguntungkan bagi negara dan bangsa.