Minggu, 30 Maret 2008

Tugas Ilmuwan

Persis hari Sabtu kemarin, seorang kawan kuliah saya menelfon. Salah satu pembicaraannya menyinggung rencana dia tahun ini untuk menjadi dosen tamu di Victoria University, Wellington, NZ. Sebagai seorang kriminolog yang sering mengajar di sekolah kepolisian, selain di almamaternya - UI, ia memang menjadi ilmuwan yang selalu harus mengikuti perkembangan dunia kriminalitas, khususnya dalam konteks kehidupan sosial. Dia kerap mengutarakan pemikirannya dalam artikel-artikel di harian terkemuka di tanah air.

Lalu saya sampaikan bahwa di NZ kita tidak boleh menyakiti orang lain dengan memukul, apalagi sampai melukai, termasuk kepada perampok yang sedang menyatroni rumah kita dan kepergok oleh kita. Dia kaget mendengarnya, sambil mengatakan bahwa hal seperti itu menarik untuk dituliskan dalam buku atau artikel di media. Mungkin dalam pikirannya, bagaimana kalau peraturan seperti itu diundangkan di tanah air. Mungkin akan terjadi dialog antara perampok dengan si empunya rumah yang dirampok, sbb:

"Lho mas, cari siapa ya?" kata yg dirampok

"Oh maaf pak, saya lagi mau memindahkan TV dan komputer bapak ke mobil saya di depan," jawab yang merampok.

"Ok..ok, please lho, jangan sungkan, aku telepon polisi dulu ya mas," kata yang dirampok lagi.

Ah, kalau begini caranya, acara Sergap, Buser, Patroli di TV2 itu akan ditutup siarannya.

Kemusnahan Manusia

Ada yang bilang volume kandungan air di bumi ini dari dulu tidak berkurang, yaitu total yang ada di laut ditambah danau, sungai, es salju, dll, selama itu bersifat cair, dari dulu sampai sekarang jumlah volumenya tetap. Misalnya begini, kalaupun danau airnya menyusut karena menguap lalu jadi awan dan menjadi air hujan yang turun di atas laut, tidak berarti jumlah volume air berkurang, cuma tempatnya pindah dari danau ke laut.

Kalau ya, ironis sekali ketika saya membaca berita bahwa 2,6 milyar penduduk dunia tidak memperoleh akses air bersih. Air di bumi tidak berkurang tapi lebih dari setengah penduduk bumi belum bisa menikmati air bersih.

Di Indonesia setiap hari 5000 anak balita sakit karena diare dan 300 ribu anak setiap tahun menderita penyakit akibat buruknya sanitasi dan air bersih. Di Jakarta, tanahnya turun 0,8 cm pertahun gara-gara air tanahnya disedot habis-habisan buat mencukupi kebutuhan air bersih, karena pemerintah tak mampu memberikan air bersih ke rumah-rumah, hotel, apartemen, perkantoran, dll.

Dulu, Arab Saudi pernah memotong sebuah gunung es di kutub selatan lalu ditarik ke negeri padang pasir itu guna menyuplai kebutuhan air tawar. Tahun lalu ada bongkahan bukit es yang besar terlepas dari kutub selatan dan mengambang ke samudera pasifik dengan melintasi perairan dekat New Zealand. Tahun ini, terjadi lagi guguran es di kutub selatan seluas 6 kali wilayah Manhattan, NY, akibat mencair terkena dampak pemanasan suhu bumi.

Jargon 'global warming' relevan juga kalau diplesetkan menjadi 'global warning', yaitu peringatan kepada seluruh ummat, bahwa Tuhan akan menurunkan pelajaran bagi kita yang tak mau memelihara 'pinjamanNya' ini.

Saya kok berfirasat, kemusnahan ummat manusia ini nanti akan terjadi lebih cepat dari hari kiamat akibat ulah manusia sendiri. Sampai-sampai dalam pikiran imajiner saya, Tuhan bekata, "Lho, belum Aku kiamatkan kok sudah menghancurkan diri sendiri....?"

Jumat, 21 Maret 2008

Polah Saudara

Rupanya sejak lama saudara serumpun Malaysia memendam perasaan risih sbg 'litte brother' dalam konteks hubungan dengan Indonesia. Awalnya guru dan dosen impor dari Indonesia. Orang2 Petronas belajar ke Pertamina. Film dan Musik impor dari Indonesia. Ketika kita sudah punya Bandara Soekarno Hatta mereka cuma ada bandara Subang yang sangat sederhana, dst.

Dulu saat Bung Karno berseru 'Ganyang Malaysia' tentu bikin mereka 'keder' juga, maklum angkatan perangnya belum siap, shg rekan2 negara persemakmuran lah yg membelanya (termasuk NZ).

Kini, melihat sang 'big brother' sedang pusing mengurus urusan domestik, Malaysia yang secara ekonomi lebih stabil terasa jauh lebih maju. Sekarang banyak anak Indonesia sekolah di Malaysia. KL yang bersolek lebih cantik menjadi destinasi liburan orang Indonesia selain ke Singapura. Beberapa musik Malaysia gantian masuk ke Indonesia. Sampai di sini sebetulnya tak ada masalah serius. Malah ada rasa kagum pada saudara serumpun ini.

Persoalan muncul karena secara akumulasi sepertinya mulai merugikan kita. TKI kita (legal & ilegal) yang mengadu nasib di Malaysia sudah sekitar 1 juta, sering mendapat perlakuan tak sepadan dari juragannya. Ketika tim badminton bertanding di Malaysia, kelihatan sekali mereka selalu mendukung tim lawan Indonesia walau saat itu tidak sedang melawan Malaysia (mungkin mereka masih sakit hati saat Indonesia pertama kali merebut piala Thomas dari Malaysia di th 50an). Kita kalah dalam perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan lewat keputusan Mahkamah Internasional. Pembalakan hutan di Kalimantan ternyata banyak dilakukan cukong Malaysia. Isu penggeseran patok batas negara di hutan2 Kalimantan oleh Malaysia. Belum lagi bandar narkoba dan mafia pemalsuan kartu kredit terbesar sepanjang sejarah Indonesia ternyata dilakukan oknum negri jiran ini. Tak puas dgn itu, lagu Rasa Sayange pun diakui sbg milik Malaysia. Dan, yang paling parah warga Indonesia di perbatasan Kalimantan direkrut menjadi Askar Wathaniah, buat menjaga perbatasan. Ini gila, penjaga perbatasan Malaysia dilakukan oleh pemuda Indonesia agar ketika tentara kita mengejar para pembalak hutan sampai perbatasan sana akan berhadapan dengan saudara sebangsa sendiri.

Memang beberapa fakta di atas adalah buah dari kesalahan kita sendiri.

Tapi kalau kita amati lebih dalam lagi, di Malaysia saat ini sedang terjadi arus kekuatan demokrasi. Pertama kalinya Barisan Nasional kalah telak dari oposisi dalam pemilu baru2 ini. Ada kekuatiran dari partai penguasa di sana akan adanya impor demokrasi dari Indonesia. Anwar Ibrahim salah satu tokoh oposisi rajin bolak balik ke Indonesia berceramah dan sekaligus berguru pada tokoh2 demokrasi Indonesia.

Inilah barangkali alasannya, selain beberapa faktor masa lalu, penguasa di sana punya kepentingn untuk membuat orang Malaysia tidak perlu "nge fans" pada Indonesia. Mr. M malah mengatakan bahwa reformasi di Indonesia sudah kelewat batas, bukan demokrasi yang didapat tapi democrazy (ini senada dengan yg dilontarkan Mr. LKY dari Singapura).

Bagaimana hubungan Australi dengan New Zealand yang juga saudara serumpun bertetangga dekat? Walaupun ada perbedaan pandangan dalam beberapa hal, tetapi karena sama2 negara demokratis tak ada kecurigaan soal penyusupan ideologi, dst. Paling2 mereka perang urat syaraf ketika tim rugby nya saling berhadapan.





Kamis, 20 Maret 2008

Asia Phobia

Waktu kuliah dulu, di antara teman ada guyonan soal kenapa Australia selalu menempatkan Indonesia sebagai ancaman utama. Istilahnya "invasi dari utara". Bahkan memang ada dokumen pertahanan Australia yg jelas-jelas mengatakan hal itu. Nah, guyonannya adalah, orang Australi 'males' bila dijajah Indonesia karena kalau mau bikin KTP pasti jadi repot, belum lagi ada pungutan sana-sini. Benar-benar tipikal gaya birokrasi banyak negri Asia.

Di NZ, kekuatiran pengaruh jelek Asia juga tentu ada. Salah satunya, pernah ditemukan kasus penyuapan pembuatan SIM oleh jaringan warga Tiongkok yang tinggal di Auckland. Atau terjadi pembunuhan ala Triad, dimana seorang germo rumah bordil China tergeletak mati di dalam mobil yang diparkir di tempat ramai.
Hal-hal buruk dari Asia membuat banyak orang Kiwi mulai merasa terganggu.

Bila siang hari anda berjalan di kawasan teramai Auckland, Queen Street, anda akan merasa bukan berada di negri barat, tapi lebih mirip seperti di salah satu kota di negara Asia Timur, karena mayoritas yang akan kita temui adalah orang-orang berkulit kuning dengan mata yang sipit (bisa China, Korea, Taiwan atau Jepang).

Kalau kemudian ada sekelompok remaja Asia yang naik mobil dengan roda ceper, lalu memacu dengan gaya berkendara seenaknya dan mengeraskan car audionya sambil membuka kaca mobil, orang-orang Kiwi cuma bisa mengumpat dengan perkataan, "bloody Asian".


Ndableg

Saya sempat terkesima membaca suatu ayat di kitab suci Al Quran, yang artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar)." (QS.30:41).

Oknum perusak nya jelas harus bertanggung jawab kepada Tuhan. Tapi negara yang melakukan pembiaran perusakan, menurut saya juga bertanggung jawab kepada Tuhan. Bahkan saya yang membuang sampah sembarangan atau sengaja membiarkan asap knalpot bocor, juga bertanggung jawab kepada Tuhan.

Bila dibandingkan dengan NZ, jelas mereka (negara ataupun bangsanya) lebih 'islami' dalam hal memperlakukan bumi ini sebagai titipan Tuhan yang harus dijaga.

Lalu, apakah segala bencana yang sering melanda bangsa ini adalah bagian dari "hukuman" Tuhan karena kita sebagai bangsa lalai menjaga bumi yang kita huni? Kalau membaca lagi ayat di atas, adanya "hukuman" itu agar kita kembali kejalan yang benar dalam memperlakukan bumi ini. Lha, kalau masih ndableg?

Kisah Dmitri

Ia sangat sederhana. Saya mengenalnya di Auckland beberapa waktu setelah badai tsunami menerjang Aceh dan Nias akhir 2004. Profesinya pelaut profesional yang dikontrak oleh Green Peace untuk membawa kapal Rainbow Warior 2 menjelajah dunia guna mengampanyekan perlindungan lingkungan hidup.

Ketika badai tsunami berlangsung ia dan kapalnya sdg merapat di Singapura, maka segeralah ia dan rombongan berangkat ke Aceh, tepatnya di daerah Calang. Dari foto2 yang ia hasilkan selama di Aceh, lalu ia ajak beberapa teman termasuk saya yg baru dikenalnya untuk mencari donatur tetap di NZ guna menyekolahi anak2 Aceh korban bencana. Sampai sekarang "yayasan" yg melibatkan 1 orang Kiwi, 1 orang Malaysia, 2 orang Indonesia dan Dmitri sendiri, masih berlangsung dan mengurusi bantuan rutin warga NZ buat anak Aceh. Jumlahnya memang tak seberapa, tapi itulah yang bisa dilakukan ditengah kesibukan masing2.

Jauh dilubuk hati saya merasa malu, kok malah orang Russia ini yang dengan semangat tinggi melakukan sesuatu untuk korban bencana di Aceh. Istrinya sendiri, Tatiana, memilih sementara tinggal di St. Petersburg. Sedangkan anaknya dari mantan istri pertama tinggal bersama ibunya dan sekolah di Auckland. Dalam sauatu kesempatan ia ajak putri remajanya ini berkenalan dengan saya dan istri. Tentu tidak mudah menjadi ayah dan suami sekaligus sebagai pelaut yang kerap lama bepergian.

Persahabatan kami masih berjalan hingga kini. Dmitri Sharomov, begitu nama lengkapnya, masih mengirimi saya email dari kapal Rainbow Warrior 2 atau dari kota di mana ia sedang merapat. Suatu kali kapalnya merapat di Jakarta sehabis berkampanye untuk penghentian exploitasi hutan tropis di Papua dan pulau2 lainnya. Ia membawakan kami kopi papua dan anak panah sebagai oleh-oleh. Hakim anak kami begitu senang saat berkunjung memasuki kapal Rainbow Warrior 2 ini, kapal kayu tua pengganti kapal Rainbow Warrior yang dulu diledakkan oleh agen Prancis di Auckland karena sering memprotes percobaan bom nuklir Prancis di Atol Maurora.

Semoga Tuhan memberi selalu kesehatan dan keselamatan buat sahabat saya ini.

Keluarga Cendana Pasti Lega

Di New Zealand saat ini sedang diwacanakan soal kewajiban test DNA bagi anak yg baru lahir, dalam bentuk undang-undang. Kalau saja itu diterapkan juga di Indonesia, keluarga Cendana tentu saat ini sudah lega mendapat kepastian apakah anak yang dilahirkan Mayangsari memang keturunan Bambang Trihatmojo atau dari ex almarhum pacar Mayangsari sebelumnya. Maklum, keluarga Cendana mempertanyakan apakah anak tersebut asli keturunan Cendana atau bukan, mengingat wajah anak itu dianggap tidak sama dengan wajah mas mBambang.

SPT

Belakangan ini di tanah air kata2 SPT sering terdengar saat ngobrol dengan teman sambil ngupi2. Maklum, 31 Maret adalah batas akhir laporan SPT Pajak, baik badan usaha atau perorangan. Saya sering melihat billboard atau spanduk di pinggir jalan yang bunyinya menghimbau supaya warga ta'at bayar pajak, karena sangat berguna untuk membangun Indonesia. Sumber RAPBN Indonesia sekitar 70% tergantung dari pajak.

Dari sekian pesan pemerintah soal bayar pajak, ada satu yang rada menggangu saya, yang kurang lebih isinya adalah rakyat disuruh ta'at bayar bajak sekaligus disuruh mengawasi penggunaannya. Ini bagaimana ya, enak sekali pemerintah atau si pemberi perintah ini. Rakyat setengah mati bayar pajak, terus belum selesai, disuruh pula mengawasi kalau2 dana pajak diselewengkan pengunaannya oleh pengguna dana pajak yg notabene pemerintah juga.

Kapan dong rakyat bekerja dan berkumpul dengan keluarga? Jangan cuma gara-gara sibuk mengawasi dana pembangunan, kita malah menelantarkan tugas pokok kita. Pemerintah seperti menunjuk hidung sendiri mengakui ketidak becusan fungsi internal kontrol nya, dan mau lempar tanggung jawab ke rakyat. Hmm, apakah kita perlu patuh bayar pajak kalau begitu?


Di NZ, urusan pajak ini rasanya lebih nyaman dalam arti kita nggak usah was-was apakah dana akan diselewengkan, dll. Karena birokratnya belum terkontaminasi sikap 'aji mumpung'.

Kamis, 13 Maret 2008

33:50 dan 33:52

Menyambung tontonan film Ayat-Ayat Cinta melayangkan pikiran saya pada ayat 33:50 dan 33:52 dalam Al Quran. Silakan Anda baca sendiri.

Mati Sia-Sia (Lagi)

Gubernur DKI, Fauzi "ahlinya" Bowo, bakal digugat sejumlah advokat lantaran jalan2 banyak yg rusak parah sepanjang musim hujan ini. Sudah puluhan orang mati sia-sia gara-gara kecelakaan akibat jalan rusak berlubang. Alasan sang "ahli", kalau perbaikan dilakukan di musim hujan percuma karena akan cepat rusak lagi.

Itulah kalau pembetulan jalan cuma dijadikan "proyek" tahunan, bukannya berpikir lebih mendasar dengan membangun drainase dipinggir jalan agar usia aspal lebih tahan lama karena terhindar dari terjangan genangan air. Padahal pajak kendaraan yg terkumpul setahunnya di DKI mencapai Rp 4,5 triliun!

Demam Ayat-Ayat Cinta

Di bioskop-bioskop di tanah air orang antri karcis panjang buat menonton film Ayat-ayat Cinta. Biarpun jalan cerita sedikit dirubah oleh sutradara dari kisah aslinya, namun itu tak mengurangi minat para penonton. Di film itu tokoh Fahri akhirnya menikah dengan dua perempuan muda yang sama2 cantik, sampai2 dia terlihat "kecapaian" punya dua istri yang sama-sama saling merebut perhatian.

Di NZ, poligami tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Jadi istri-istri tak perlu khawatir suaminya diam-diam nikah siri seperti banyak terjadi di tanah air.

Nah, kembali ke film Ayat-Ayat Cinta, selepas menonton, saya bertanya pada Hakim anak kami, apa yang ia lakukan kalau punya dua istri seperti itu? Jawabnya, "I'm gonna sick!"

300 Juta!

Begitulah, beberapa hari lalu terbaca di koran bahwa dalam 25 tahun mendatang populasi Indonesia menjadi 300 juta jiwa. Pfuih..., terbayang seperti apa nanti Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek). Sekarang saja sudah padat betul rasanya. Dengan belum jelasnya pola pembangunan jangka panjang, rasanya Indonesia belum jelas akan dibawa kemana oleh para elit penguasa. Rakyat kecil tinggal mengadu nafas dengan membumbungnya harga2 kebutuhan pokok. Jadi, jangan salahkan kalau banyak orang Indonesia mencari kerja sebagai TKI. Bahkan, sampai ada yg menjadi 'askar wataniah' (para militer) di Malaysia, demi sesuap nasi.

Saya kira gak usah malu mencontoh bangsa perantau seperti orang India dan China. Ayo, sebanyak-banyaknya kita merantau saja ke luar negri, hitung2 meringankan beban negara, kan?
Toh, banyak tenaga kerja (juga sarjana) yang masih nganggur. Sukur2 kalau bisa mengirim devisa ke kampung halaman.




Senin, 03 Maret 2008

Lagi, Kisah Mas Parjo

Mas Parjo yang sudah bersiap diri berangkat ke Blenheim, New Zealand, sebagai pekerja perkebunan, ternyata harus mengurungkan rencananya itu. Ia terkena hapatitis B yang cukup serius dan mengharuskannya istirahat panjang guna pemulihan, mengingat kerja di perkebunan memang perlu stamina fisik yang prima.

Kita cuma bisa berencana, tapi Tuhan juga yang menentukan. Ambil saja hikmahnya , Mas Parjo, dan jangan putus asa untuk coba lagi di kesempatan yang berikutnya. Konon, pekerja Indonesia dianggap rajin dan tidak cerewet, sehingga banyak perkebunan di NZ yang menyukai pekerja Indonesia.

Minggu, 02 Maret 2008

Visit 'Banjir' Year 2008

Sebetulnya banjir bisa juga terjadi di mana-mana, termasuk negara maju seperti di Eropa dan Amerika! Jadi teman-teman di tanah air nggak usah malu lah. Hanya saja memang, waktu banjir kemarin itu yang menutup jalan toll ke arah Bandara Soekarno Hatta, terjadi hanya beberapa saat setelah Indonesia mencanangkan Visit Indonesia Year 2008. Praktis hampir seharian penuh penerbangan dari bandara tsb dibatalkan. Sedangkan turis yang terlanjur mendarat, mereka harus bertahan tinggal sementara di bandara yang mulai kumuh itu.

Terlepas dari soal banjir, Indonesia musti banyak belajar dari negara lain soal memajukan industri pariwisata. Singapura sebagai contoh, terlihat cepat memposisikan dirinya bukan lagi surga belanja, tetapi tempat untuk berakhir pekan sambil menonton berbagai pentas kelas dunia, mulai dari konser musik, opera, drama, sampai DJ-DJ yang siap menggoyang turis di klub-klub dugem. Pemerintah Singapura benar-benar gencar berpromosi hampir setiap minggu.

Di Jakarta juga akan ada pentas kelas dunia, yaitu Java Jazz (7 - 9 Maret 2008), yang akan tampil seperti James Ingram, Manhattan Transfer, Joe Sample, dll. Apakah pemerintah kita gencar mempromosikannya ke Malaysia, Brunei dan Singapura? Boro-boro, euy! Malah kalau bisa, panitianya (yang dipimpin Peter Gontha) 'diporotin' uangnya untuk izin ini dan itu, he..he.

Dengan semangat otonomi daerah rasanya tiap kabupaten bisa belajar dari negara seperti New Zealand, yang sudah terbukti bisa menjual eco-tourism, karena spot wisata di banyak daerah Indonesia biasanya masih berbasis alam juga (pariwisata sendiri menjadi penghasil devisa nomor dua di NZ). Umumnya hanya wisatawan asing yang gemar berkunjung ke Nias, Tanjung Puting, Ujung Kulon, Taman Laut Raja Ampat, Danau Kelimutu, Pulau Komodo, Taman Laut Bunaken, Pulau Banda, dll. Spot-spot wisata alam itu tak kalah indahnya dengan spot wisata alam manapun di dunia ini.