Sabtu, 30 Agustus 2008

Stop Pengistimewaan

Menjelang Ramadhan ini pemerintah di tanah air, MUI dan aparat keamanan dan ketertiban kota sibuk membersihkan segala potensi maksiat dan yang berbau haram. Cafe-cafe yang menyelenggrakan musik hidup di Depok bahkan dilarang sama sekali beroperasi. Semua ini tujuannya agar mereka yang beribadah puasa bisa lebih khusyuk atau tenang dalam menjalankannya. Rumah-rumah makan pun diminta menggunakan tirai di jendelanya.

Dalam hati kecil saya berkata, kenapa ya di bulan puasa selalu ada kehebohan-jehebohan seperti itu, dengan alasan untuk menghormati orang yang berpuasa. O ya, mungkin karena di tanah air mayoritasnya adalah umat Islam. Lalu bagaimana dengan umat Islam yang menjadi minoritas di suatu negara? Apakah ibadah puasa mereka kemudian menjadi berantakan gara-gara rumah makan, cafe, klub malam, dll, tetap beroparasi? Bukankah makna puasa tidak sesederhana menahan lapar dan haus, tetapi lebih soal pengendakian diri secara total. Dan, kalau berpuasa itu dianalogikan sebagai ajang latihan, maka berikanlah latihan yang seperti keadaan sesungguhnya, yaitu berhadapan langsung dengan berbagai godaan di depan mata. Itulah realita kehidupan yang harus dihadapi umat Islam. Layaknya jargon para tentara, "lebih baik banjir keringat saat latihan daripada banjir darah di pertempuran".

Jadi, hemat saya stop segala bentuk pengistimewaan semu itu. Atau, sekalian pemerintah konsisten melarang segala bentuk potensi maksiat dan haram itu sepanjang tahun, bukan cuma di bulan puasa saja.






Senin, 25 Agustus 2008

Manfaat dan Mudharat

Sebagai negara barat, di New Zealand kebebasan untuk melakukan hubungan sex dilegalkan sejak remaja berusia 16 tahun. Meski dibarengi dengan pendidikan sex di sekolah, tidak jarang 'kebablasan" juga, sehingga ada yang kawin muda atau si remaja perempuan harus off dulu dari sekolah karena mengurus bayinya. Dengan aturan seperti di atas, memang angka perkosaan relatif kecil. Rasa ingin tahu para remaja dalam hal ini bisa tersalurkan dengan teman atau pacarnya.

Kalau dikaitkan dengan ukuran moral negara timur, hukum yang diterapkan di atas memang terasa melampaui batas. Belum lagi dikaitkan dengan moral agama. Di NZ, poligami dilarang oleh hukum tetapi hidup bersama sah-sah saja. Yah, begitulah, tantangan hidup di negara barat ada manfaat dan mudharatnya. Mudah-mudahan anak-anak kami bisa melampaui situasi ini dengan selamat. Amin.


Sabtu, 16 Agustus 2008

Jangan Frustrasi

Di New Zealand berlangganan listrik bukan hal yang sulit. Ketika pertama kali akan menempati rumah, kita cukup angkat telepon ke salah satu operator listrik untuk menyampaikan minat berlangganan listrik. Setelah itu tak lebih dari 1 hari rumah kita sudah dialiri listrik. Kita tak perlu meminta daya listrik tertentu, seperti di tanah air, misalnya 2200, 6600, watt, dst. Berapapun pemakaian silakan saja, asal setiap bulan dibayar. Tapi meskipun demikian, karena ongkosnya mahal, praktis penduduk NZ tidak jor-joran menggunakan listrik di rumahnya.

Sementara di tanah air, di tengah krisis pasokan listrik, rumah-rumah mewah tetap saja menyalakan lampu taman, lampu pagar, lampu teras dengan gemerlapan, belum lagi AC yang menyala sepanjang hari. Kalau ditanya mengapa, barangkali jawabannya juga masuk akal, yaitu menyangkut aspek keamanan.

Dengan demikian urutan prioritasnya harus seperti ini: Negara merdeka dulu, lalu rakyat disejahterakan, sehingga angka kriminalitas rendah, maka ketika energi listrik terbatas rumah-rumah bisa menghemat litrsik tanpa harus takut soal keamanan. Pfuiih, proses yang cukup panjang ya cuma untuk menghemat litrik.... (mudah-mudahan masyarakat di tanah air tidak lantas frustrasi karena uang negara yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat dicuri oleh para koruptor).


Manja vs Sehat

Salah satu kenikmatan hidup di Jakarta adalah kemanjaan berlimpah dari para sopir kendaraan umum. Coba saja lihat, bus, mikrolet atau angkot akan berlomba-lomba berhenti "ngetem" di tikungan ketimbang di halte yang berjarak 30 - 50 meter dari tikungan itu, sehingga penumpang tak perlu jalan lebih jauh. Atau, cukup sering kendaraan umum itu berhenti di mulut sebuah gang demi menantikan seorang calon penumpang yang mengangkat tangan, padahal ia masih berjalan di gang itu. Sementara klakson mobil dan motol bersahutan meminta jalan, sang sopir dengan santai sambil mengisap rokok hanya memberi kode tangan agar menyusulnya meskil kendaraan ini sudah menutup satu lajur jalan. Belum lagi kemanjaan lain, begitu penumpang turun dari kendaraan umum, tawaran ojek akan datang seolah tak rela kita lelah sedikit berjalan kaki.

Ada seorang muda di Bintaro yang kemudian tercetus ide membuat usaha
ojeg premium, disebut."limo bike". Armada motornya trendy lengkap dengan penahan angin. Penumpang disediakan helm dan jaket dengan warna senada dengan motor dan pengemudinya. Rute sementara Bintaro - Sudirman (pagi) dan sebaliknya (sore). Ongkos yang dipatok Rp 20.000 sekali jalan. Konon peminatnya antri setiap hari.

Di Auckland, New Zealand, naik kendaraan umum ada empat pilihan. Kereta api dengan rute sangat terbatas, ferry, bus dan taxi. Jangan harap ada angkot atau ojeg lho. Kalau kita naik bus (yang paling murah) untuk ke suatu tujuan, kerap kita harus berjalan kaki lagi. Cukup lelah karena kontur tanah di Auckland naik turun, apalagi kalau sedang hujan angin. Hmmm... . Tapi untuk menghibur diri saya selalu teringat ungkapan
"the more you walk the more you live".

Nah, silakan pilih, banyak jalan supaya sehat atau mengandalkan ojheg di jalanan bechek....

Sabtu, 02 Agustus 2008

Indonesian Stars

Jarang warga Indonesia di NZ mendapat hiburan dari artis-artis terkenal tanah air. Beda dengan warga Indonesia di Malaysia, Hongkong dan Korea Selatan yang kerap dikunjungi artis tanah air buat dihibur. Namun dalam rangka HUT RI 2008 ini KBRI berinisiatif mengundang sejumlah artis datang ke NZ guna menghibur. Di Auckland, misalnya, dibungkus dalam acara "Nite with Indonesian Stars".

Ada Tora Sudiro, Dewi Sandra, Arie Dagienks, Marcel dan Didik Nini Thowok. Hmmm, luar biasa. Dari salah satu yang diundang di atas, kami dengar para artis ini akan singgah selama 1 minggu di NZ. Semuanya atas biaya KBRI.

Harapannya tentu untuk kedepannya setiap tahun KBRI bisa melakukan hal seperti ini. Bukan hanya karena menjelang pemilu saja. Amin.