Minggu, 24 Mei 2009

Tokyo Termahal, Jakarta Ter...

Tokyo dikenal sebagai kota termahal di dunia, selain London, New York, Geneve dan Paris. Semakin tinggal di pusat kota semakin melambung biaya hidupnya. Bagaimana dengan Auckland? Dapat dikatakan karakter nya sama saja dengan kota besar negara maju lainnya di dunia.

Untuk Jakarta, saya berani katakan sebagai kota "termewah" di dunia. Ya, sebab urusan masak, mencuci dan menyetrika baju, membersihkan kebon halaman, menyupiri mobil kita dan mengasuh anak bisa diserahkan kepada para pekerja rumah tangga (PRT) dengan biaya yang relatif terjangkau dibanding membayar jasa sejenis bila tinggal di kota2 tersebut di atas.

Di Auckland, misalnya, ketika kami membeli perangkat kursi dan meja makan yang dikirim ke rumah dalam keadaan masih terurai, memerlukan extra tenaga untuk memasangnya satu persatu. Kecuali anda mau keluar extra $200 untuk jasa pemasangannya, padahal harga pembeliannya tak lebih dari $400. Ketika merakit satu persatu dengan keringat bercucuran, pikiran saya melayang ke tanah air. Betapa banyak tangan-tangan yang siap membantu demi sekedar uang rokok dan secangkir kopi tubruk. Ya, Jakarta memang kota "termewah" karenanya.

Sabtu, 16 Mei 2009

Bagaimana Anda Bisa Katakan Anda Lebih Islam?

Dalam hingar bingar politik tanah air, ada catatan kecil yang saya anggap besar. Tersebutlah salah satu partai berhaluan Islam yang secara emosional meminta SBY meninjau ulang calon wapresnya, Budiono. "Kami minta ummat Islam terepresentasi dalam kepemimpinan nasional," serunya. Dalam hati saya, ini maksudnya Islam apa lagi? Bukankah SBY dan Budiono itu juga ummat Islam? Yang non muslim jangan-jangan akan berpikir, "Oooo, emangnya SBY dan Budiono itu bukan Islam toh?"

Saya bukan pendukung SBY dan juga seorang penganut Islam. Setahu saya Allah membedakan manusia dari ketaqwaannya, bukan dari apakah ia seorang kader parpol Islam. Apalagi sejarah mencatat kader parpol Islam ternyata tak bebas dari perilaku korupsi dan perselingkuhan.

Jumat, 08 Mei 2009

Daripada Mimpi Politik

Dalam pandangan seorang Trinity, anak polisi yang lahir di Sukabumi, keindahan alam NewZealand -- khususnya di kawasan south island -- disebutnya sebagai "Best Breathtaking Scenery". Kekagumannya itu dia tuangkan dalam buku bertajuk "Naked Traveller 2007" berisi kisah pengalaman perjalanan dari kacamata seorang backpacker yang sampai saat ini telah menyambangi 37 negara.

Secara pribadi, saya pernah kesulitan mengungkapkan keindahan south island di New Zealand ini.
Sebelumnya, pemandangan seperti itu rasanya saya lihat cuma lewat mimpi-mimpi yang mampir di tidur saya yang nyenyak dan sedikit ngorok itu..

Pokoknya, Anda harus melihatnya sendiri dan biarkan pengalaman batin yang Anda peroleh itu tersimpan di sanubari sampai akhir hayat, dan munculkan --sekali-kali bila kangen-- di mimpi-mimpi indah Anda (daripada memimpikan hingar bingar politik ala pasar ternak di tanah air).

Antara Auckland dan Jakarta

Ini bukan mau ikut-ikut lagu Antara Anyer dan Jakarta, tapi cuma mau sekedar sharing soal peringkat kota-kota dunia yang memberikan kualitas hidup terbaik bagi penghuninya berdasarkan survey tahunan yang bertajuk "Mercer Quality of Living Survey - Worldwide Ranking 2009". Indikator2nya antara lain; infrastruktur, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, pasokan listrik, gas dan air; transportasi; ruang terbuka hijau; alamnya, dst.

Kota ternyaman dan memberikan kualitas hidup terbaik di dunia adalah Wina ibukota Austria. Auckland sebagai kota terbesar di New Zealand, menduduki ranking nomor 4 dunia yang sama dengan Vancouver di Canada. Auckland juga ditasbihkan sebagai kota yang memberikan kualitas hidup terbaik di Asia Pasifik. Lebih baik dari Sydney, Melbourne dan juga Wellington.

Bagaimana dengan Jakarta? Kota yang dikenal dengan "lebih kejam dari ibu tiri" ini jauh tertinggal di peringkat 140an. Di belakang Kuala Lumpur, Bangkok dan bahkan Manila. Tengok saja soal pasokan air bersih di Jakarta yang baru meliputi 35% penduduk. Ruang terbuka hijau yang masih di bawah 20% dan sarana transportasi yang masih jalan di tempat. Belum lagi soal banjir.

Jakarta memang perlu merevolusi dirinya dan itu harus dimulai dari aparatnya yang selama ini dikenal berjiwa koruptif. Rupanya Jakarta tak cukup cuma diberikan ke "akhlinya" yang pada kenyataannya tak terlihat kemajuan berarti.