Mas Parjo yang sederhana dan polos sangat ingin membahagiakan anak istrinya dengan kebutuhan yang cukup, mulai dari sekolah anak hingga gizi sehari-hari keluarga. Menjadi tenaga panggilan untuk memperbaiki rumah memberinya penghasilan yang tidak pasti. Apalagi harga kebutuhan pokok sudah kurang bersahabat. Satu istri dan dua anak (satu anaknya sekolah di kampungnya di Jawa) tentu bukan beban yang enteng untuk berjuang hidup di Jakarta
Hingga tibalah berita harapan yang ditunggunya, yaitu, ia mendapatkan visa kerja untuk menjadi pekerja di perkebunan anggur di NZ. Sorot matanya begitu bercampur aduk, antara senang dan mungkin segumpal pertanyaan2 tentang bagaimana hidup di negeri asing.
"Mas Parjo, kalau habis buang air besar kamu harus membiasakan cebok dengan kertas tissue gulung ya", kata saya coba memulai salah satu persoaalan yg akan ia alami nanti. "Oh gitu ya pak, tapi kalau setelah saya 'gunjleng' toiletnya kan nanti keluar air yang bersihnya. Boleh nggak saya cebok pakai air itu?" tanyanya dengan sangat polos dengan tatapan mata penuh harap agar bisa disetujui.
Begitulah perjuangan hidup Mas Parjo babak berikutnya, insha Allah ia akan berangkat ke Blenheim guna menjadi tenaga kerja pemetik buah anggur selama 1 tahun. Harapannya tak lain agar ia bisa menafkahi keluarganya. Sesederhana itu. Selamat berjuang, mas, semoga Allah selalu melindungi. Amin.
Minggu, 24 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar