Kamis, 24 September 2009

Bilakah Rasa Ikhlas Itu Datang?

Dalam sebuah laporan media, tertulis hasil penelitian CPI yang menggambarkan persepsi mengenai negara dan korupsi. Data yang diketengahkan adalah mulai dari 1985 s/d 2008. Dalam kurun lebih dari 20 tahun itu, Indonesia sebanyak tiga kali berada diposisi 3 negara terkorup, berdampingan dengan negara seperti Nigeria, Kamboja, dan negara dunia ke 3 lainnya.

Sedangkan New Zealand bisa dibilang menjadi langganan diposisi 3 negara paling bersih, berdampingan dengan negara2 skandinavia model Swedia, Finlandia dan Norwegia. Ini berarti para pegawai negri yang mengelola roda negara New Zealand memegang prinsip amanah seperti yang diajarkan Rasulullah. Prinsip memegang amanah ini bahkan tampaknya gagal dijaga oleh para birokrat di negara2 yang mayoritas populasinya muslim, seperti Indonesia, Nigeria, Yaman, Bangladesh, yang notabene mustinya lebih dekat dengan apa yang diteladankan Rasulullah.

Maka, ketika hari ini terbetik berita tentang hasil audit BPK terhadap Depdiknas, hasilnya sekitar Rp 800 milyar berpotensi lenyap akibat korupsi. Saya hanya bisa mengurut dada lagi dan lagi (karena berita model ini kerap kita dengar).

Meskipun pajak di NZ saat ini masih lebih besar dari tanah air, tapi rasanya lebih rela ketika upah kerja kita di NZ dipotong untuk pajak, karena keuangan negara yang banyak bersumber dari para taxpayer ini dikelola secara lebih amanah oleh para birokrat demi kesejahteraan bersama.


Departemen Keuangan dibawah Sri Mulyani memang tampak sedang mereformasi diri, meskipun tertatih-tatih. Kalaupun para aparat pajak dan bea cukai yang berada dibawah Depkeu ini sudah bersih, lalu bagaimana dengan instansi yang lain? Bilakah rasa bangga dan ikhlas itu datang, seperti saat upah kerja saya di NZ dipotong pajak?