Kamis, 14 Februari 2008

Antara Australia, New Zealand dan Indonesia

(Judul di atas terinspirasi dari judul film yang sedang diputar di tanah air, yaitu "Antara Aku, Kau dan Mak Erot").

Ternyata salah satu negara yang rajin mengritik Indonesia dalam penegakkan Hak Azasi Manusia (HAM), kemarin baru saja melakukan sebuah pengakuan atas tindakan masa lampau yang bertindak brutal kepada warganya sendiri. Hal yg sepertinya sulit dilakukan oleh rezim sebelumnya, yang memang doyan pamer kekuasaan dan kekuatan.

Di depan parlemen Australia, PM Kevin Rudd menyampaikan secara resmi mewakili pemerintahan2 sebelumnya, sebuah permintaan maaf atas tindakannya mencerabut anak-anak Aborigin dari keluarganya hingga era 70an untuk alasan asimilasi. Kini, banyak suku Aborigin yang kehilangan kemampuan berbicara bahasa asli mereka dan tidak tahu siapa orang tuanya. Begitulah, sebelum mengritik HAM di negara lain lain, sudah sepatutnya Australia bebersih dulu urusan HAM di dalam negrinya.

Di New Zealand (NZ), juga terdapat suku asli, yaitu suku bangsa Maori. Kini jumlahnya sekitar 500 - 600 ribu dari total 4 jutaan penduduk NZ. Orang Maori lebih mirip suku Melayu yang sawo matang, sedangkan Aborigin lebih mirip orang Papua. Orang Maori banyak yang berprestasi di olahraga rugby, olahraga paling populer di NZ, karena membutuhkan badan kokoh dan besar, tipikal banyak orang Maori.

Konon bagi orang Maori, tanah NZ adalah milik mereka yang disewa oleh pendatang dari Inggris. Sehingga setiap tahun negara mengalokasikan sejumlah dana yang tidak kecil yang dianggarkan untuk menyejahterakan orang Maori ini, katakanlah sebagai pengganti ongkos sewa tanah. Selain itu bahasa Maori dijadikan bahasa nasional kedua setetah bahasa Inggris, yang diajarkan disekolah umum. Jelas, posisi tawar orang Maori terhadap pemerintah / negara lebih baik dibanding orang Aborigin.

Di tanah air banyak terdapat suku asli yang masih hidup sesuai tradisinya. Bahkan tak jauh dari Jakarta ada suku Badui dalam yang tetap teguh memegang tradisi nenek moyang dan tidak terlalu tersentuh budaya moderen. Di pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua Barat, suku asli banyak terdesak oleh penebangan hutan yang sangat rakus. Pemukiman mereka tergusur secara paksa hingga lahan penghabisan. Ini mirip kisah suku Indian di Amazone yang sudah banyak tersingkir dari pemukiman aslinya.

Belum lama ini, tersiar berita tanah air, sekelompok orang dari suku Anak Dalam di Jambi lari dari hutan ke kota untuk minta perlindungan polisi akibat permukimannya dibakar oleh penduduk desa tetangganya (yang bukan suku asli setempat), guna dijadikan ladang kelapa sawit.

Negara harus bertanggung jawab untuk melindungi kehidupan suku2 asli. Tanpa harus memberi bantuan uang, tetapi cukup menjamin habitatnya agar mereka bisa menjalani kehidupan sesuai kebiasaan dan tradisinya. Karena umumnya mereka sudah terbiasa hidup berdampingan dengan alam dengan kearifan2 yang diturunkan nenek moyang mereka.


Tidak ada komentar: